Da'wah Disertai Kata Kasar, Bolehkah?

Bismillaah

[Soalan]:
Bolehkah mengucapkan kata-kata kasar kepada pelaku kemungkaran, saat memberantas kemungkaran?





[Jawab]:
Sikap seperti itu boleh dilakukan, asalkan masih sesuai dengan rambu-rambunya, seperti yang telah disampaikan oleh Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazzali dalam Ihyaa'.

Saat menjelaskan tingkatan cara menyikapi pelaku kemungkaran, Abu Hamid al-Ghazzali menuliskan seperti berikut ini:

الدرجة الرابعة : السب والتعنيف بالقول الغليظ الخشن. وذلك يعدل إليه عند العجز عن المنع باللطف، وظهور مبادئ الإصرار والاستهزاء بالوعظ والنصح، وذلك مثل قول إبراهيم عليه السلام : (أف لكم ولما تعبدون من دون الله أفلا تعقلون).

"Tingkatan ke-4: mencaci dengan ucapan keras dan kasar. Sikap ini (baru) dipakai ketika ucapan santun tidak lagi berpengaruh, ditambah pula dengan sikap 'ngeyel' dan meremehkan nasehat. Contoh sikap seperti ini adalah ucapan nabi Ibrahim -`alaihissalaam- dalam QS: al-Anbiyaa, 67: [Celakalah buat kalian dan apa yang kalian sembah selain dari Allah! Apakah kalian tidak berotak!?]".

 ولسنا نعني بالسب الفحش بما فيه نسبة إلى الزنا ومقدماته، ولا الكذب، بل أن يخاطبه بما فيه مما لا يعدّ من جملة الفحش، كقوله : يا فاسق، يا أحمق، يا جاهل ألا تخاف الله، وكقوله : يا سوادي، يا غبي، وما يجري مجراه، فإن كل فاسق فهو أحمق وجاهل، ولولا حمقه لما عصى الله تعالى، بل كل من ليس بكيّس فهو أحمق، والكيّس من شهد له رسول الله صلى الله عليه وسلم بالكياسة؛ حيث قال : [الكيّس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت، والأحمق من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله].

"Mencaci yang kami maksudkan bukanlah dengan cara menyampaikan celaan terkait perzinaan, atau dengan cara berdusta. Maksud kami itu adalah berbicara dengan ucapan yang tidak termasuk celaan perzinaan, seperti: wahai fasik, goblok, bodoh, apakah kami tidak takut kepada Allah!?, wahai kolot, dungu, dan kata-kata semisalnya. Alasannya, setiap orang fasik itu dungu dan bodoh. Kalau tidak dungu, maka tentu dia tidak mendurhakai Allah. Bahkan, setiap orang yang tidak cerdas itu dungu. Dan orang yang cerdas itu adalah orang yang digambarkan Nabi dalam hadisnya: [Orang cerdas itu adalah yang mampu menundukkan nafsunya, dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Dan orang dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya, dan berangan-angan kepada Allah]".

ولهذه الرتبة أدبان؛ أحدهما : أن لا يقدم عليها إلا عند الضرورة والعجز عن اللطف، والثاني : أن لا ينطق إلا بالصدق، ولا يسترسل فيه فيطلق لسانه الطويل بما لا يحتاج إليه؛ بل يقتصر على قدر الحاجة.

"Dalam melakukan tingkatan (sikap) keempat ini terdapat dua etika. Pertama, sikap seperti ini hanya dilakukan pada kondisi darurat, serta ucapan santun tidak lagi bisa dilakukan. Kedua, harus tetap berbicara dengan jujur dan seperlunya, sesuai dengan kebutuhan".

Penjelasan Abu Hamid al-Ghazzali dalam Ihyaa' ini, juga disebutkan oleh Ibnul Jauzy dalam Minhaj al-Qashidin, Ibn Qudamah al-Maqdisy dalam Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, dan Jamaludin al-Qasimy dalam Mau`izhah al-Mu'minin, tanpa ada komentar kritik atau penolakan.

Wallaahua`lam

Buya Alfitri

Komentar

Postingan Populer